“Selagi menjadi mahasiswa, saya ingin sekali dapat menginjakkan kaki di luar negeri, mentadaburi betapa luar biasanya peradaban manusia di penjuru dunia dan menantang diri untuk belajar di tengah perbedaan budaya, membuka jendela pengetahuan lebih luas lagi. Awal tahun 2020, sempat ada tawaran untuk mengikuti program short course, berbagai persyaratan termasuk paspor sudah saya lengkapi. Qadarullah pandemi Covid-19 menghentikan langkah saya. Sedih rasanya kala itu, tapi MasyaaAllah, Allah Maha Baik, kondisi pandemi justru mengantarkan saya kepada berbagai kesempatan exposure di level internasional seperti menjadi delegasi international online Summer Course, pemakalah di international conference, hingga menjadi pemandu acara International TVET Conference. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban. Sungguh, Allah lah sutradara terbaik dalam drama hidup saya.”
Muhammad Oka Ramadhan (Oka), mahasiswa kelahiran Tabanan 15 Desember 1999, tak pernah membayangkan akan menjadi runner-up dalam pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat fakultas. Predikat mahasiswa berprestasi, tidak pernah ada dalam bucket list hidupnya. Meskipun demikian, ketika Ia mengenal istilah pilmapres di semester I tahun 2018, tanpa disadarinya ada kemiripan visi misi hidupnya dengan kriteria sosok mahasiswa berprestasi.
“Saya adalah orang yang sangat menyukai aktivitas sosial dan pengembangan diri, terlibat dalam organisasi baik di dalam dan luar kampus. Dari sanalah, saya berkesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan akademik dan non-akademik baik di tingkat kampus, nasional, maupun internasional.”
Mahasiswa yang memiliki passion dalam public speaking dan desain grafis ini, cukup banyak terlibat dalam berbagai kepanitiaan kegiatan di dalam dan luar kampus, juga aktif dalam berbagai organisasi seperti BEM Rema UPI, DPM Himagrin UPI, Lembaga Dakwah Kampus UKDM UPI, dan Yayasan Peduli Remaja Mentari, Cianjur. Hal itu menjadikannya kerap dipercaya menjadi MC, nara sumber di berbagai kegiatan kampus maupun luar kampus, tim kreator film pendek, juri lomba poster nasional, dan graphic director dalam Asia Education Project International Symposium tahun 2020. Selain itu, Ia pun sempat berpartisipasi dalam E-Malaysia Speaking Mind Competition 2020, dan meraih 1stwinner in best ideas dalam summer course 2020: sustainable agroindustry.
“Khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnnya. Oleh karena itu, pantaskan diri kita dengan terus berproses dan berprogres agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya”, demikian prinsip hidupnya.
Bagaimana perasaannya setelah menerima penghargaan sebagai juara 2 mapres FPTK dari Bapak Dekan?
“Syukur Alhamdulillah, campur aduk rasanya, ada rasa bangga dan bahagia atas karunia yang Allah titipkan kepada saya. Penghargaan ini mengingatkan saya betapa luar biasanya jasa dan dukungan orang-orang di sekitar saya termasuk keluarga, guru, kerabat serta mentor lainnya dalam mengantarkan, membimbing, dan memberi kesempatan kepada saya untuk terus berkarya dan berprestasi. Namun, di sisi lain ada perasaan sedih dan berdosa karena belum mampu melanjutkan histori mapres prodi PTAg sebelumnya yang mampu menembus pilmapres nasional.”
Adakah persiapan yang dilakukan sebelum mengikuti pilmapres FPTK?
“Sebelum mengikuti pilmapres di tingkat fakultas, saya terlebih dahulu diseleksi di tingkat prodi yang mengharuskan saya berkompetisi dengan empat orang sahabat seperjuangan yaitu Tania, Ryzki, Anggarini, dan Ega. Ini bukan tantangan mudah, karena saya cukup mengenal profil keempat kawan yang kompetitif ini. Tapi kami berlima berkomitmen bahwa kompetisi ini bukan ajang untuk saling mengunggulkan diri, tapi bentuk rasa syukur kami atas dukungan dan bimbingan terbaik dari dosen dan prodi. Kini giliran kami untuk memberikan yang terbaik bagi program studi tercinta ini.”
Awal Januari 2021, Oka terpilih menjadi mapres prodi PTAg setelah melalui serangkaian tes yaitu presentasi karya tulis ilmiah (KTI) dalam bahasa Inggris dan wawancara. Selanjutnya, Ia bergegas menyiapkan semua persyaratan untuk mengikuti pilmapres tingkat fakultas yang digelar pada awal Februari 2021. Tahun ini, pilmapres FPTK mengadopsi pilmapres nasional 2020 sehingga selain harus menyiapkan KTI dan CV, setiap peserta pilmapres diharuskan menyiapkan media poster gagasan kreatif dan poster “who am I” untuk dipresentasikan.
Putra sulung dari dua bersaudara ini menyadari bahwa persiapan pilmapres adalah perjalanan yang cukup panjang, mulai dari mempertahankan dan meningkatkan IPK, mengumpulkan beragam portofolio seperti capaian prestasi, dan aktivitas organisasi. Terlebih di masa persiapan dan pemberkasan pilmapres FPTK, Oka tengah menjalani praktik industri dan kuliah daring. Baginya, proses persiapan yang paling menantang adalah penyusunan KTI dimana kemampuan seorang mahasiswa untuk mencipta, menulis, dan menyampaikan gagasan diuji, untuk mengangkat topik KTI sesuai dengan bidang yang dikuasainya.
“Alhamdulillah, syukur Allah hadirkan sosok dosen pembimbing luar biasa yaitu Bu Mustika dan dosen lainnya yang tak henti memberikan dukungan dan bimbingannya. Dalam proses persiapan pilmapres FPTK, saya berkesempatan untuk latihan presentasi bersama dosen pembimbing dan dosen lainnya juga mapres prodi PTAg sebelumnya secara daring.”
Rangkaian persiapan dan pembimbingan tersebut juga kerja keras Oka melahirkan performa yang sangat berkesan baik bagi juri presentasi gagasan ilmiah maupun juri bahasa Inggris pada sesi FGD (focus group discussion).
Pada sesi FGD, setiap peserta pilmapres diminta untuk membangun gagasan atas suatu topik (yang dipilih secara acak) selama 30 detik. Selanjutnya peserta mempresentasikan gagasan tersebut dalam bahasa Inggris selama 5 menit. Menurut pengakuan Oka, kala itu, hitung mundur 30 detik serasa hanya 5 detik. Ia mendapatkan topik mengenai disaster relieve program. Oka merasa tak mungkin dapat menuliskan semua yang ada dalam benaknya dan ternyata hanya 4 kata kunci yang berhasil ditulisnya, padahal masih banyak gagasan yang ingin disampaikannya.
“Teko yang diisi teh maka yang keluar pun juga teh. Menurut saya kemampuan berpikir dan merespon suatu persoalan bergantung pada wawasan yang kita miliki. Semakin luas wawasan kita, maka semakin banyak dan baik pula respon yang bisa diberikan. Sebaliknya, tak mungkin teko yang diisi teh bisa menuangkan kopi, apalagi jika teko tidak diisi sama sekali, yang keluar mungkin hanya angin putus asa. Selain itu, kemampuan untuk berbicara dan mengkomunikasikan sesuatu secara terstruktur, menurut saya juga banyak dipengaruhi jam terbang kita berbicara di depan umum. Hal yang paling mudah untuk melatih kemampuan komunikasi kita salah satunya dengan aktif berorganisasi, dimana kita ditantang untuk responsif menghadapi berbagai masalah yang tidak kita duga. Semakin banyak kita berhadapan dengan masalah, semakin banyak pula kesempatan kita untuk melatih kemampuan berpikir solutif dan melihat most possible outcome dari suatu peristiwa atau keputusan.”
“Alhamdulillah selama sesi FGD, Allah memberikan ketenangan walaupun memang sebelum FGD dimulai ada perasaan “takut salah”. Tapi ketika FGD berjalan, ketimbang deg-degan, saya justru menikmati jalannya diskusi, bahkan hingga lupa waktu dan diberhentikan oleh juri :)”
Meskipun demikian, Ia tak yakin dengan grammar yang digunakannya, apakah sudah tepat atau belum. Baginya hal yang harus terpenuhi kala itu adalah bagaimana membuat orang lain mengerti maksud yang ingin disampaikannya. Ia mengakui bahwa hanya belajar bahasa Inggris dari pembelajaran di sekolah saja, belum pernah mengikuti kursus bahasa Inggris secara khusus.
“Banyak konten video atau tulisan yang saya suka menggunakan bahasa inggris, yang akhirnya memaksa saya untuk tidak sengaja belajar bahasa inggris. Barangkali hal itu berpengaruh banyak dalam mengasah kemampuan saya berbahasa dan berbicara.”
Apakah merasa puas dengan capaian prestasi hingga saat ini?
“Tanpa kepuasan, kita tak bisa merasa lega dan syukur atas karunia Allah. Namun puas bukan berarti berhenti untuk menjemput prestasi gemilang lainnya. Rasa puas harus segera berganti jadi rasa penasaran dan ambisi untuk memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik di mata Allah.”
Selanjutnya, apa cita-cita di masa mendatang?
Suatu hari seorang anak bertanya pada ibunya, “Bu, apa pekerjaan paling mulia di muka bumi ini?” Sang ibu justru bertanya apa pendapat si anak. Kemudian si anak mulai menebak “Dokter? Polisi? atau.. Presiden?” Sang ibu kemudian menjawab, “Pekerjaan yang paling mulia, adalah mereka yang dapat mengajari orang yang kau sebutkan untuk menjadi mulia”.
Dialog itulah yang membuatnya bercita-cita untuk menjadi pendidik dan mencetak generasi unggul di masa depan.
“Lebih dari itu, besar harapan saya agar dengan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki, suatu hari dapat berperan dan bermanfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya.”
Siapa orang yang paling berjasa dalam kehidupan ini?
“Alhamdulillah, banyak sekali orang berjasa yang Allah hadirkan dalam hidup saya. Tentu Abah (Ayah) dan Ambu (Ibu) yang menjadi jalan lahirnya saya di dunia, lewat doa yang tak pernah berhenti dan keringat yang tak pernah kering selalu ada untuk saya. Sedari kecil Abah dan Ambu lah yang selalu jadi tempat untuk berkeluh kesah dan menghapus ragu dalam diri ini. Kemuliaan juga milik guru-guru saya dimana saya menghabiskan waktu bersamanya hampir separuh dari waktu saya. Beliaulah jalan saya mengenal ilmu dan Allah. Dengan kesabaran, kegigihan, dan pengorbanannya tak pernah menyerah untuk mendidik saya yang fakir ilmu ini. Kebaikan merekalah yang membuat saya selalu takjub dan terus berjalan dalam kebaikan. Maka kepada merekalah kemana saya harus berbalas budi.”
Apakah memiliki profil mahasiswa ideal?
“Menurut saya tridarma perguruan tinggi sudah mewakili mandat bagi seorang mahasiswa. Pendidikan dan pengajaran artinya harus mau belajar dan mengajarkan. Penelitian dan pengembangan artinya inovatif dan solutif terhadap permasalahan dan kebutuhan umat, dilengkapi dengan pengabdian pada masyarakat yang berarti memiliki dampak dan pengaruh baik untuk lingkungan sekitar. Satu hal yang tak kalah penting adalah sempurnakan dengan kemuliaan akhlaq dan keteguhan iman.”